Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Air Tercampur dengan Najis, Apa Hukumnya?

Sabtu, 13 April 2024 | April 13, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-04-13T22:40:13Z
Air Tercampur dengan Najis, Apa Hukumnya?

Air yang Tercampur dengan Benda yang Najis, Maka Hukumnya Sebagai Berikut:

1. Jika najis tersebut sampai merubah salah satu sifat dari sifat- sifat air, yaitu: rasa, warna, dan baunya, maka air tersebut berstatus najis. Dalil yang menunjukkan demikian adalah ijma' ulama. Ibnul Mundzir رحمه الله berkata, "Ulama sepakat bahwa air yang sedikit ataupun yang banyak jika kejatuhan najis lalu najis tersebut merubah rasa, warna, dan bau air itu maka air tersebut adalah najis selama keadaannya tetap seperti itu.' (Al-Ijma hal. 4. Dan lihat pula al-Majmu' karya an-Nawawi (1/110).)

2. Jika semua sifat-sifat air di atas tidak berubah, maka air tersebut tetap dalam status asalnya, yaitu suci dan mensucikan, baik air itu sedikit ataupun banyak. Dalil yang menunjukkan demikian adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ashäbus Sunan:
عَنْ أَبِي سَعِيدِ الْخُدْرِيِّ اللهِ قَالَ: قِبْلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْتَوَضَّأُ مِنْ بقر بُضَاعَةَ - وَهِيَ بِرٌ يُلْقَى فِيهَا الْحَيَضُ وَلُحُوْمُ الْكِلابِ وَالنَّتْنُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: الْمَاءُ طَهُورٌ لَا يُنَحِّسُهُ شَيْءٌ.
Dari Abi Sa'id al-Khudri, ia berkata, Rasulullah pernah ditanya, "Ya Rasulullah, bolehkah kami berwudhu dari sumur Budha'ah -sumur Budha'ah adalah sebuah sumur yang al- hiyadh, bangkai-bangkai anjing, dan benda-benda yang berbau busuk lainnya sering dilemparkan di dalamnya-maka, Rasulullah pun menjawab, "Air itu suci, tidak ada sesuatu pun yang menyebabkannya menjadi najis." (8 Shohih. HR. Abu Dawud (66), at-Tirmidzi (66), an-Nasa'i (1/174), Ahmad (3/31). At-Tirmidzi berkata, "hadits hasan. Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam "Talkhisul Khabir" 1/12' memaparkan beberapa penguat untuk hadits tersebut, dan beliau menyebutkan bahwa Imam Ahmad menshahihkannya. Demikian juga halnya dengan Yahya Bin Ma'in dan Ibnu Hazm. Syaikh al-Albani menshahihkannya di dalam "Irwa' al-Ghalil (14) dan di dalam Shahihul Jami (1925).

Makna al-Hiyadh adalah sobekan kain yang digunakan untuk menyeka darah haidh.

Mantuq (makna eksplisit) dari hadits di atas secara jelas menunjukkan atas sucinya air, bahwa ia tidak dapat dinajiskan oleh apapun. Dan telah kami sebutkan sebelumnya akan ijma ulama, bahwa tetapnya kenajisan itu apabila hanya berubah salah satu dari sifat-sifat air saja. Ada yang berkata, 'Hadits di atas bertentangan dengan hadits Qullatain, yaitu: 'Apabila air itu sampai dua qullah, maka ia tidak mengandung kotoran." (Shahih HR. Abu Dawud (63), at-Tirmidzi (67), an-Nasa'i (1/46), Ibnu Majah (517,518), Ahmad (2/38), Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (92), al-Hakim (1/224), Ibnu Mandah dan Ibnu Dagiqui 'led. Lihat Talkhisul Khabir (1/16-20)).

Mafhum (makna implisit)nya menunjukkan bahwa sesuatu yang kurang dari dua qullah pasti mengandung kotoran.

Jawab: Tidak ada pertentangan di antara dua hadits di atas, karena dapat dijawab sebagai berikut: Pertama: Apabila air itu mencapai kadar dua qullah atau lebih maka dalam keadaan apapun air tersebut tidak akan mengandung kotoran, karena banyaknya volume air sehingga najis yang masuk ke dalamnya tidak tampak atau tidak terpengaruh dengan najis tersebut, dan. hal ini sesuai dengan hadits yang pertama; 'Air itu suci dan tidak ada sesuatu pun yang menyebabkannya menjadi najis. Kedua: Adapun air yang kurang dari dua qullah, maka hadits di atas tidak menyebutkan bahwa ia serta merta mengandung kotoran, namun difahami darinya bahwa air yang kurang dari kadar itu tempat ia diduga mengandung kotoran, tapi teks hadits tidak menyebutkan bahwa ia mengandung kotoran, dan tidak juga menyebutkan bahwa apa yang mengandung kotoran dapat mengeluarkannya dari sifat thahuriyah-nya (sifat mensucikan). Terkecuali jika berubah salah satu sifat-sifatnya. Shiddiq Hasan Khan berkata, "Air yang kadarnya kurang dari dua qullah apabila ia mengandung kotoran, yang mana kandungan itu menyebabkan berubahnya bau air, warna atau rasanya, maka hal inilah yang menyebabkan najisnya air dan keluar dari sifat thahuriyah-nya (sifat mensucikannya), sedang apabila yang dikandungnya itu tidak merubah salah satu dari sifat-sifat di atas, maka kandungan ini tidak menyebabkan najisnya air. (Raudhatun Nadiyah (1/8))

Peringatan: Abdurrazzaq menambahkan dari Ibnu Juraij dengan sanad yang berstatus mursal, 'Dengan qullah-qullah yang berasal dari daerah Hijr.' Ibnu Juraij berkata, 'Dan aku pernah melihat qullah-qullah dari Hijr itu. Dimana luas satu qullah sama dengan dua geriba lebih.' Aku berkata, 'sebagian ulama kontemporer mengukur bahwa ia seukuran 200 kilogram.'

Sumber:
Tamamul Minnah Syarah Fiqhis Sunnah
Syaikh Abu Abdirrahman Adil bin Yusuf Al Azazy
×
Berita Terbaru Update